Senin, 03 Juni 2013

HUKUM INDUSTRI KONVENSI INTERNASIONAL



1.     Berne Convention

Konvensi berner merupakan sebuah perlindungan terhadap kesusastraan dan pekerjaan artistic (karya seni). Biasa diketahui dengan konvensi bern. Konvensi tersebut merupakan persetujuan internasional yang menyepakati mengenai hak cipta, dimana pertama diterima di Berne, Switzerland pada tahun 1886
Konvensi Bern membutuhkan penandatanganan untuk mengetahui permasalahan hak cipta dari suatu pekerjaan milik pencipta dari Negara lain yang biasa diketahui sebagai “Berne Union” dimana memiliki tujuan yang sama seperti hak cipta nasional. Sebagai contoh, hokum hak cipta Perancis menyeluruh kepada semua yang telah di-publish atau ditampilkan di Perancis, tanpa terkecuali dimana hal tersebut merupakan hasil pembuatan original.
Disamping untuk membangun system yang treatmentnya seimbang, hak cipta internasional antara sesame penandatangan, persetejuan tetap membutuhkan kesatuan kelompok untuk membuat standar minimum yang kuat dalam hak cipta internasional.
Hak cipta dibawah Konvensi Bern pastio tomatis, dalam arti lain terlarang untuk membutuhkan registrasi formal (dengan catatan apapun dan kapanpun United States bergabung dengan konvensi di tahun 1988, mereka meneruskan untuk membuat perlarangan undang-undang yang fatal dan biaya pengacarahanya memungkinkan pada pekerja yang sudah diregistrasi).
Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, kaernahal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara.
Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah sipembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing Negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangk awaktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas minimum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya.
Negara-negara yang terkena revisi perjanjian yang lebih tua dapat memilih untuk memilih untuk memberikan, dan untuk jenis-jenis karya tertentu (seperti misalnya piringan rekaman suara dan gambar hidup) dapat diberikan batas waktu yang lebih singkat.
Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali undang-undang dari Negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di Negara asal dari karya itu", artinya sipengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya, meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang lebih lama.
Catatan:
              Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), Keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi
              Belanda, 1 November 1912 juga memberlakukan keikut sertaannya pada Konvensi bern selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia
              Beberapa Negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan
              Konvensi Bern  Law Making Treaty, dengan memberlakukan secara terbuka bagi semua negara yang belum menjadi anggota
              Keikutsertaan suatu Negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban Negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a.                     Prinsip national treatment
b.                     Prinsip automatic protection
c.                      Prinsip  independence of protection


2. Universal Copyright Convention ( UCC )


Universal Copyright Convention adalah suatu Konvensi hak cipta yang lahir karena adanya gagasan dari peserta Konvensi Berne dan Amerika Serikat yang diseponsori oleh PBB khususnya UNESCO, yaitu untuk menyatukan satu system hokum hak cipta secara universal.
UCC ini dicetuskan dan ditandatangani di Jenewa pada bulan September 1952, dan telah mengalami revisi di Paris padatahun 1971.Standar perlindungan yang ditawarkan UCC lebih rendah dan lebih fleksibel daripada yang ditentukan oleh Berne Convention.
Menurut article 2, UCC menganut prinsip national treatment. Berne Convention menganut prinsip perlindungan secara otomatis, sebaliknya UCC mempersyaratkan ketentuan formal untuk adanya perlindungan hukum di bidang hak cipta.
Ketentuan yang monumental dari Konvensi Universal adalah adanya ketentuan formalitas hak cipta berupa kewajiban setiap karya yang ingin dilindungi harus mencantumkan tanda C dalam lingkaran ©, disertai nama penciptanya, dan tahun karya tersebut mulai dipublikasikan. Simbul tersebut menunjukkan bahwa karya tersebut telah dilindungi dengan hak cipta Negara asalnya, dan telah terdaftar dibawah perlindungan hak cipta.
Beberapa konvensi lainnya di bidang hak yang berkaitan dengan hakcipta (neighbouring right)  adalah :
a.       Konvensi Roma 1961 (International Convention for the Protection of the Performers producers of Phonograms and Broadcasting Organization). Konvensi ini bertujuan untuk melindungi orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan pertunjukan, perekaman,dan badan penyiaran.
b.      Geneva Convention for the Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of their Phonograms, tahun 1971.
c.      Brussels Convention Related to the Distribution of Programme carrying Signals Transmitted by Satellite ,tahun 1974.



3. Konvensi Hak Cipta Universal 1955

Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO
Menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern), common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat)
Pada 6 September 1952, untuk memenuhi kebutuhan adanya kesepakatan, lahir UCC (Universal Copyright Convention), ditandatangani di Geneva Ditindak lanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955

Garis-Garis Besar Ketentuan Pada Konvensi Hak Cipta Universal 1955
·        Adikuasa dan perlindungan efektif (Adequate and effective protection)
·        Pelayanan Internasional (National treatment)
·        Formalitas (Formalities)
·        Durasi Perlindungan (Duration of protection)
·        Kebenaran Translasi (Translations right)
·        Jurisdiction of the International Court of Justice; penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, diajukan ke Mahkamah Internasional
·        Bern Safeguard Clause; Beberapa Konvensi Internasional Hak Cipta Lainnya

Sabtu, 06 April 2013

Hukum Industri



BAB 1
PENDAHULUAN

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
Hukum dan proses pembangunan memiliki kaitan yang erat. Perancangan, perumusan dan analisis hukum memerlukan tools non hukum yang sifatnya multidisciplinary, seperti GIS, standardisasi, AMDAL, hukum pasar modal dan lain-lain. Untuk tercapainya keunggulan kompetitif suatu negara, maka sumber daya yang dimiliki seperti sumber daya alam, lingkungan, potensi  geografis dan lain-lain perlu dioptimalkan dan dikombinasikan dengan IPTEK, ketersediaan softlaw berupa perangkat peraturan yang memadai dan mendukung kondusivitas investasi, dengan tetap menjaga dan membangun kesadaran perlindungan lingkungan (environment conservatory awareness) demi tetap terjaganya konsep pembangunan industri yang berkelanjutan dalam perspektif global dan lokal.
Sistem hukum industri memiliki dimensi yang sangat luas dan kompleks serta multidisciplinary, yaitu menyangkut anasir-anasir berikut :
  • Hukum sebagai sarana pembaharuan/ pembangunan di bidang industri dalam perspektif ilmu-ilmu yang lain
  • Hukum industri dalam sistem kawasan berdasarkan hukum tata ruang
  • Hukum industri dalam sistem perizinan yang bersifat lintas lembaga dan yurisdiksi hukum industri dalam perspektif global dan lokal
  • Hukum alih teknologi, desain produksi dan hukum konstruksi serta standardisasi
  • Masalah tanggungjawab dalam sistem hukum industri
  • Pergeseran hudaya hukum dari ‘ command and control’ ke ‘self-regulatory system’ untuk mengurangi ongkos birokrasi
Keterkaitan industri lokal dengan aturan main di industri global merupakan sebuah keniscayaan. Adanya GATT dan WTO yang merupakan wadah yang mengatur tata industri baru di dunia memaksa setiap negara yang apabila ingin ikut berpartisipasi dalam pusaran pergerakan ekonomi dunia harus menyesuaikan perangkat hukum dan standarisasi industrinya.
Beberapa system hukum global yang harus diadopt dunia antara lain adalah aturan WTO mengenai penundukan sukarela terhadap aturan kelembagaan dunia, ketaatan kepada ketentuan mengenai tarif dan hambatan non tarif, ketentuan-ketentuan mengenai objek sengketa dan mekanisme penyelesaian sengketa, standardisasi dan penghormatan terhadap putusan hukum arbitrase.Interaksi dalam pergaulan nasional terhadap global mempengaruhi sistem hukum termasuk pengembangan sistem hukum nasional. Peran panel ahli menjadi lebih menonjol dibandingkan dengan peran birokrasi untuk menyelesaikan sengketa bisnis.
Muara daripada perkembangan sistem hukum adalah mendorong industrial self-regulatory system, sementara sistem hukum publik diharapkan hanya terbatas untuk mengatur tata lintas hukum perdata internasional, dan menjadi fasilitator dalam pengembangan tata dunia baru yang modern dan almost borderless. Kemajuan teknologi komunikasi memberikan sumbangan besar terhadap pengembangan sistem hukum dan tata dunia baru tersebut.
Seringnya dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang keluar dalam bentuk yang diperbaharui. Tidak jelas alasan lembaga legislatif membuat bentuk produk hukum yang demikian. Akibat lebih lanjutnya adalah bertumpuknya peraturan perundang-undangan hukum yang positif.  Peraturan yang baru dikeluarkan justru tidak menggantikan peraturan yang lama. Seharusnya meskipun salah satu pasal, peraturan terakhir itu harus merumuskan semua pasal dalam peraturan dari sebelumnya yang tidak turut dirubah. Segera setelah itu peraturan yang lama tersebut harus dinyatakan dicabut agar peraturan perundang-undangan hukum positif lebih jelas dan rinci.



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Manfaat Hukum Industri
Berikut adalah beberapa manfaat dari adanya hukum industri di Indonesia, adalah :
1.      Meningkatkan kemakmuran rakyat.
2.      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga adanya keseimbangan dalam masyarakat yakni dalam hal ekonomi.
3.      Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat pula menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap teknologi yang tepat guna.
4.      Dengan meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat sehingga peran aktif terhadap pembangunan industri juga semakin meningkat.
5.      Dengan semakin meningkatnya pembangunan industri diharapkan dapat memperluas lapangan kerja.
6.      Selain meningkatnya lapangan kerja dengan adanya pembangunan industri dapat pula meningkatkan penerimaan devisa .
7.      Selain itu pembangunan dan pengembangan industri merupakan sebagai penunjang pembangunan daerah.
8.      Dengan semakin meningkatnya pembanguna daerah pada setiap propinsi di harapkan stabilitas nasional akan terwujud.

2.2 Keuntungan Hukum Industri bagi Perusahaan
Keuntungan hokum industri bagi perusahaan setelah adanya undang-undang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab IV yang isi nya tentang pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri terdapat dalam pasal pasal 9 pemerintah memperhatikan pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri yaitu:
1.      Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya.
2.      Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Keuntungan bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997 yaitu perusahaan akan lebih terbantu dengan ada nya kawasan berikat karena hal ini dapat memudahkan perusahaan untuk dapat melakukan ekspor dan impor barang untuk memenuhi kebuthan industri tapi tetap sesuai dengan aturan yang telah dirumuskan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997.

2.3 Kerugian Hukum Industri bagi Perusahaan
Kerugian bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab V yang mengatur tentang izin usaha industri yaitu setiap perusahaan yang akan mendirikan sebuah industri harus mengurus atau membuat izin usaha untuk mendirikan industri. Belum lagi birokrasi pemerintah terhadap izin usaha ini sangat berbelit-belit sehingga merugikan untuk mencoba membuka perusahaan atau usaha industri.

Kerugian bagi perusahaan dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-63/BC/1997 yaitu birokrasi yang ada pada kawasan berikat masih berbelit-belit sehingga terkadang untuk perusahaan kecil untuk mendapatkan izin tersebut masih agak sulit.

2.4 Keuntungan Hukum Industri bagi Karyawan
Keuntungan bagi karyawan atau masyrakat umum dengan ada nya hukum industri yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1984 dalam Bab II yang mengatur tentang landasan dan tujuan pembangunan industri yaitu bertujuan untuk:
1.      Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budi daya serta dengan memperhatikan keseimbangan dankelestarian lingkungan hidup.
2.      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya.

     Referensi:
Modul 0000018102-UU RI NO 05 TAHUN 1984.pdf
Modul 0000018102-UU Perindustrian.pdf